Gedung setan (Spookhuis)



Asal muasal nama gedung setan memiliki beberapa versi. Versi tertulis di buku Oud Soerabaia (1931) karya von Faber yang dikutip Duncan Graham dalam artikelnya yang berjudul "Rumah Hantu Surabaya" di Majalah Latitude (2010) adalah sebagai berikut: Pertama, setannya adalah salah satu penghuni rumah yang dapat digunakan oleh anak-anak yang sedang mencari hasil penelitian untuk melaporkannya dan kedua adalah sebuah kapal yang memiliki topi (pemegang kepemilikan budak) dan berpesan tidak mau dimandikan jenazahnya kompilasi mati. Terjemahan Bahasa Belanda Kuno von Faber ini memiliki sedikit variasi di sini, terjemahan atas diambil dari terjemahan Foto diatas diambil dari buku von Faber.

Ada kisah yang menceritakan tentang rumah setan yang menjadi tempat penyimpanan jenazah orang Tionghoa sebelum dimakamkan. Disitu jenazah dipindahkan, dimandikan dan diprosesikan menuju pemakaman yang tetap bertahan di Pasarnya (Pasar Kupang dan sekitarnya). Kisah ini dibuktikan dengan ukuran pintu gedung yang sangat tinggi agar prosesi pemakaman yang bisa dilalui bendera bisa lewat disitu. Tapi ini tidak dapat dibuktikan dengan catatan yang diterbitkan di rumah jenazah, itupun dipertanyakan kebenarannya. Foto berikut adalah foto udara tahun 1948, gedung setan ada di sebelah kanan hanya tampak sedikit. Situasi makam di saat memberikan gambaran keangkeran.
 

Rumah ini dibangun untuk ditinggali oleh pemilik alih yaitu JA Middelkoop yang membeli daerah Kupang dari Daendels seharga 4.000 rijksdalders. Julukan rumah iblis ini mengubah Purnawan Basundoro dalam bukunya "Dua Kota Tiga Zama: Surabaya dan Malang" (2009) sudah melekat di benak penduduk Surabaya sejak awal abad ke-20. Keberadaan Rumah Setan ini merupakan satu-satunya simbol awal dari istilah tanah di Surabaya.Mengingat ukurannya yang lebih menarik dari bangunan sejamannya (bahkan sekarang) dan keterkaitannya dengan sejarah pertanahan di Surabaya, rumah ini dimasukkan dalam Cagar Budaya.

Middelkop membangun rumah tahun 1809 dan wafat di Kupang (ini Kupang Surabaya atau Kupang di NTT, masih perlu diselidiki lagi. Nama Middelkoop juga terkenal dengan misi Kristennya di kepulauan Timur Indonesia tsb). Menurut buku Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe III karya Dukut Imam Widodo (2008), Middelkoop meninggal di Surabaya (di Kupang Surabaya?) Dan bukan dimakamkan di rumah belakang ini. Inilah foto makam Middelkop dari buku HSTD III.


 Beberapa tahun pindah rumah setan, rumah berpindah tangan ke orang Tionghoa. Pada masa von Faber, pemilik rumah itu adalah Dr. Teng Sioe Hie. Ada pendapat gedung diambil dari nama Tionghoa pemiliknya yang bermarga Tan (She Tan). Jika menilik sejarah orang Tionghoa di Surabaya, dugaan ini mungkin berdasar mengingat Keluarga Tan berjaya di Surabaya sebelum Keluarga Han. Tapi apakah benar rumah ini pernah di keluarga Tan, harus dibuktikan lebih lanjut.
 Artikel Duncan Graham yang dapat dibaca di tautan berikut: cukup mewakili kelanjutan episode rumah setan setelah 80 tahun diterbitkan von Faber. Situasi saat ini mengikuti populasi yang menempatinya menyajikan liputan yang cukup menarik. Foto berikut diambil dari artikel Duncan Graham yang menunjukkan atap gemuk yang tampak mbleshek tinggal menunggu roboh.

STD memiliki argumen sendiri tentang sebutan rumah setan. Argumen ini diambil dari kenyataan kebiasaan orang-orang Timur (Jawa) dalam mengkaitkan hal-hal luar biasa dengan kegaiban. Saat kaum muslim menguasai Spanyol dan melihat untuk pertama kalinya aquaduct raksasa di Segovia yang disanggah struktur lengkung bikinan orang Romawi (Kaisar Tranjan 100 M), mereka mencoba Jembatan Setan. Setan menggunakan teknologi sipil yang luar biasa ukuran waktu itu. Sebuah buku karya FF Habnit berjudul "Kreta Setan, De Duivelswagen" meminta ketakjuban penduduk Jawa melihat kereta tanpa kuda yang bisa berjalan sendiri. Sebuah buku berjudul "Hidup di Jawa jilid 1" karangan William Barington D ' Almeida (1864) hal 100-101 diterima ketakjuban penduduk Jawa yang bekerja di Artillerie Constructie Winkel melihat mesin-mesin berjalan sendiri dan barang berat dapat terangkat berkali-kali. Apakah keistimewaan rumah setan sesuai dengan argumen istilah STD Spookhuis / Duivelhuis telah muncul kompilasi gedung yang selesai dibangun?

Kita senang menghabiskan tahun 1810. Daendels menjual kapling-kapling tanah dan Middelkoop membeli salah satu parsel tanah Kupang tersebut. Di peta Surabaya 1825, kota Surabaya masih seputar Jembatan Merah Mengenai Dutch Quarter, Kampung Cina, Arab dan Melayu. Di selatannya komplek Keraton Surabaya meliputi masjid, pasar besar dan alun-alun berposisi di Tugu Pahlawan. Perkampungan yang padat membentuk kawasan Keraton yaitu Kramat Gantung dan Pasar Besar. Masa Daendels rumah sakit Simpang dibangun, Kopleks dibangun dan Jalan Raya Pos dibangun. Grahadi telah dibangun dan pada masa Daendels dibuka yang menghadap ke sungai dibuat pintu belakang, Grahadi menghadap ke Jalan Simpang. Praktis tidak ada bangunan wah di Surabaya selepas Simpang. Meskipun RS Simpang dan Grahadi spektakuler. Dengan situasi ini, jauh dari keramaian, jauh dari Jalan Pos, tiba tiba muncul sebuah rumah menarik masif dan menarik mata. Bahkan saat inipun kita bisa menghabiskan waktu untuk memandang rumah setan dengan cukup, pikir ini masih terasa. Sebuah bangunan yang membawa kebanggaan atau wibawa pemiliknya. Sebut apa yang cocok untuk fenomena tidak lasim ini? Rumah setan! Keberadaan pemakaman Tionghoa mungkin dapat dikembalikan karena peta 1825 Surabaya berhenti di Keputran (sisi utara Pandegiling) dan makam Tionghoa masih dapat diakses di Kebangsren. Keberadaan makam Tionghoa di Kupang, Pandegiling dan Pasar Kembang kemudian juga mendukung pengaturan rumah setan. Bahkan saat inipun kita bisa menghabiskan waktu untuk memandang rumah setan dengan cukup, pikir ini masih terasa. Sebuah bangunan yang membawa kebanggaan atau wibawa pemiliknya. Sebut apa yang cocok untuk fenomena tidak lasim ini? Rumah setan! Keberadaan pemakaman Tionghoa mungkin dapat dikembalikan karena peta 1825 Surabaya berhenti di Keputran (sisi utara Pandegiling) dan makam Tionghoa masih dapat diakses di Kebangsren. Keberadaan makam Tionghoa di Kupang, Pandegiling dan Pasar Kembang kemudian juga mendukung pengaturan rumah setan. Bahkan saat inipun kita bisa menghabiskan waktu untuk memandang rumah setan dengan cukup, pikir ini masih terasa. Sebuah bangunan yang membawa kebanggaan atau wibawa pemiliknya. Sebut apa yang cocok untuk fenomena tidak lasim ini? Rumah setan! Keberadaan pemakaman Tionghoa mungkin dapat dikembalikan karena peta 1825 Surabaya berhenti di Keputran (sisi utara Pandegiling) dan makam Tionghoa masih dapat diakses di Kebangsren. Keberadaan makam Tionghoa di Kupang, Pandegiling dan Pasar Kembang kemudian juga mendukung pengaturan rumah setan. Keberadaan pemakaman Tionghoa mungkin dapat dikembalikan karena peta 1825 Surabaya berhenti di Keputran (sisi utara Pandegiling) dan makam Tionghoa masih dapat diakses di Kebangsren. Keberadaan makam Tionghoa di Kupang, Pandegiling dan Pasar Kembang kemudian juga mendukung pengaturan rumah setan. Keberadaan pemakaman Tionghoa mungkin dapat dikembalikan karena peta 1825 Surabaya berhenti di Keputran (sisi utara Pandegiling) dan makam Tionghoa masih dapat diakses di Kebangsren. Keberadaan makam Tionghoa di Kupang, Pandegiling dan Pasar Kembang kemudian juga mendukung pengaturan rumah setan.

Rumah dengan atap Kegemukan (minjam istilah partisipan STD: Nugroho Matair) Di Grahadi simpang kita menemukan gedung yang mirip tapi tidak sebesar ukurannya. Efek penampakan seheboh ini tidak heran akan membantu mengumpulkan dikumpulkan tentang kegaiban.


                       Sisa Tempat Persembayangan arwah leluhur yang jadi tempat parkir sepeda


Tidak ada komentar:

Posting Komentar